www.jelajahsejarah45.blogspot.id - Nyadran |
Nyadran merupakan tradisi dari daerah Trenggalek yang biasanya
diperingati pada Jum’at Kliwon bulan Selo atau bulan jawa. Nyadran
biasanya dilakukan di daerah Bagong yaitu tepatnya Dam Bagong dan
dihadiri ribuan orang dari Trenggalek sendiri maupun dari luar
Trenggalek. Dam Bagong adalah dam pembagi aliran sungai Bagong yang
biasa digunakan untuk mengairi persawahan di Kota Trenggalek. Pertama
kali Dam Bagong dibangun oleh Adipati Menak Sopal yang juga merupakan
pendiri cikal bakal kota Trenggalek.
Ritual
upacara Nyadran diawali dengan tahlilan di samping makam Adipati Menak
Sopal, dilanjutkan dengan ziarah makam yang diikuti oleh para pejabat
daerah dan warga masyarakat. Sementara itu, di halaman sekitar komplek
pemakaman disajikan hiburan tarian jaranan. Tarian kepahlawanan khas
Trenggalek ini disajikan dengan penuh semangat, diiringi gamelan yang
dinamis dan menghentak serta nyanyian dari pesinden yang jelita. Tarian
ini sangat digemari karena identik dengan tarian magis yang bernuansa
mistis. Tak jarang, para penari jaranan kesurupan saat menyajikan tarian
ini.
Acara puncak yang paling ditunggu dalam ritual nyadran adalah
pelemparan tumbal kepala kerbau atau larung. Dalam upacara Nyadran Dam
Bagong ini dikorbankan seekor kerbau yang kemudian disembelih dan
kepala, kulit beserta tulang-tulangnya dilempar ke sungai lalu
diperebutkan oleh warga masyarakat sekitar. Tujuan ritual nyadran ini
sebagai tolak balak, tidak hanya sebagai tolak balak upacara ini juga
sebagai simbol agar kehidupan warga Trenggalek gemah ripah loh jinawi.
Biasanya beberapa pemuda telah bersiap-siap di dalam sungai dengan
bertelanjang dada untuk memperebutkan kepala kerbau yang dilarung. Sorak
sorai kegirangan dan rona kegembiraan terpampang di wajah mereka dan
wajah para penonton, kala kepala kerbau dan tulang-belulangnya berhasil
diketemukan. Ada anggapan bahwa dengan mendapatkan kepala kerbau, mereka
akan memperoleh berkah dalam hidupnya. Rangkaian upacara nyadran
ditutup dengan pagelaran wayang kulit.
Dengan
penyelenggaraan upacara yang serba lengkap menurut tradisi akan
memberikan kemantapan batin kepada pelakunya dalam mengagungkan berkat,
rahmat dan perlindunganNya. Hal ini diharapkan pula terjadi dengan
dilaksanakannya upacara Tradi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru,
Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek. Bagi masyarakat yang hidup
dipedesaan, adat atau istiadat merupakan sesuatu yang melibatkan setiap
orang di dalam setiap kegiatannya dan dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga wajar apabila melahirkan kebersamaan dan pola tingkah laku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Adapun pelaksanaan tradisi upacara
adat “Nyadran” ini oleh masyarakat Kelurahan Ngantru, sebagai ungkapkan
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sekaligus sebagai upaya untuk
mengenang jasa Adipati Menak Sopal yang telah berjuang untuk kepentingan
dan kesejahteraan masyarakat Trenggalek yang mayoritas sebagai petani.
Dalam upacara tradisi nyadran diperlukan kerjasama atau gotong-royong
warga masyarakat sekitar Kelurahan Ngantru.
Gotong-royong adalah sekumpulan orang yang bekerja sukarela untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan yang mereka anggap merupakan kepentingan
bersama dan kepentingan umum. Dalam pelaksanaan kegiatan upacara tradisi
nyadran peran serta masyarakat sangatlah diperlukan demi kelancaran
acara tersebut. Khususnya para petani di daerah tersebut yang mengairi
sawahnya dari Dam Bagong. Mereka bergotong-royong dalam mempersiapkan
perlengkapan apa saja yang dibutuhkan saat memperingati upacara tradisi
nyadran. Dengan bergotong-royong ini pula masyarakat bisa lebih akrab
antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya sekaligus mempererat
tali silaturahmi antar masyarakat. Oleh karena itu, peneliti mengangkat
judul “Tradisi Nyadran Sebagai Wujud Pelestarian Nilai Gotong-royong
Para Petani Di Dam Bagong Kelurahan Ngantru Kecamatan Trenggalek
Kabupaten Trenggalek”.
Latar Belakang Tradisi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru Kabupaten Trenggalek
Menurut R. Linton (dalam Elly, 2011:27-28), mengatakan bahwa
Kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang
dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur
pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
Peringatan tradisi nyadran di Dam Bagong tidak terlepaskan dari
memperingati dan mengenang Adipati Menak Sopal. Adipati Menak Sopal
adalah seorang ulama yang berdakwah menyiarkan Agama Islam di wilayah
Trenggalek, mulai dari lereng Gunung Wilis sebelah selatan sampai pantai
selatan Samudra Indonesia, mulai dari perbatasan Sawo Ponorogo sampai
Ngrowo-Boyolangu. Sehingga secara kuntitas penduduk Trenggalek beragama
Islam seluruhnya.
Adipati Menak Sopal juga sebagai pahlawan pertanian di Kabupaten
Trenggalek. Karena beliau telah membangun Dam Bagong yang terletak di
Kelurahan Ngantru. Dam Bagong ini sangat bermanfaat bagi para petani di
Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Pogalan karena dengan adanya dam
tersebut mereka dapat mengairi sawahnya. Sehingga sangat pantas apabila
jasa Adipati Menak Sopal itu diperingati setiap tahunnya oleh segenap
lapisan masyarakat mulai dari pejabat dan rakyatnya khususnya para
petani di Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Pogalan.
Tradisi nyadran di Dam Bagong ini berawal dari kisah Adipati Menak
Sopal yang berjuang membangun Dam Bagong di Kelurahan Ngantru. Sahibul
Hikayat yang mengatakan bahwa ada seseorang yang berasal dari Mataram
yang bertugas mengatur daerah di Timur Ponorogo yang sekarang disebut
daerah Trenggalek atau biasa disingkat Ki Ageng Galek. Dahulu kala Ki
Ageng Galek ditugasi untuk mengasuh seorang putri dari Majapahit yaitu
Amisayu. Dinamakan Amisayu karena meskipun ayu atau cantik, sayangnya
kaki putri tersebut berpenyakit dan berbau amis atau busuk.
Saat itu Ki Ageng Galek merasa bingung bagaimana cara mengobati kaki
Putri Amisayu tersebut. Lalu Ki Ageng Galek menyuruh Dewi Amisayu untuk
mandi di Sungai Bagongan yang terletak di Kelurahan Ngantru. Pada saat
mandi di sungai tersebut tiba-tiba munculah Buaya Putih yang berubah
wujud menjadi manusia yang sangat tampan yang bernama Menak Sraba.
Kemudian Menak Sraba mengobati luka di kaki Dewi Amisayu dengan cara
menjilati. Akhirnya penyakit di kaki Dewi Amisayu bisa sembuh dan Menak
Sraba kemudian menikah dengan Dewi Amisayu.
Tidak lama setelah menikah Dewi Amisayu hamil dan melahirkan seorang
anak laki-laki yang diberi nama Menak Sopal sesuai dengan pesan Menak
Sraba. Setelah Menak Sopal tumbuh dewasa kemudian dia bertanya kepada
ibunya yaitu Dewi Amisayu siapa ayahnya yang sebenarnya. Dengan terpaksa
Dewi Amisayu member tahu siapa ayahnya yang sebenarnya adalah buaya
putih penjaga Kedung Bagongan. Ketika mengetahui siapa ayahnya Menak
Sopal meminta izin kepada ibunya utuk menemui ayah kandungnya. Akhirnya
Menak Sopal bertemu dengan ayah kandungnya yaitu Menak Sraba di Demak
Bintara. Disana Menak Sopal diajari dan dididik mengenai ajaran Agama
Islam.
Sepulang dari tempat ayahnya Menak Sopal berusaha untuk menyebarkan
Agama Islam di Trenggalek. Karena pada saat itu mayoritas penduduk
sebagai petani maka Menak Sopal berkeinginan membangun tanggul air atau
dam yang bisa mengairi sawah mereka. Dalam pembangunan tanggul itu Menak
Sopal dibantu warga masyarakat namun pembangunan tanggul itu selalu
gagal. Lalu Menak Sopal meminta petunjuk kepada ayahnya bagaimana
caranya agar tanggul air itu bisa berhasil dibangun. Menak Sraba (ayah
Menak Sopal) memberikan petunjuk supaya ditumbali kepala Gajah Putih.
Menak Sopal mengikuti saran dari ayahnya lalu menyembelih Gajah Putih
yang kepalanya dimasukkan ke dalam Sungai Bagongan dan dagingnya
dibagikan kepada warga yang ikut bergotong-royong. Setelah diberi tumbal
Gajah Putih akhirnya tanggul air bisa berhasil dibuat dan sekarang
lebih dikenal dengan sebutan Dam Bagong. Dari hasil perjuangan Menak
Sopal tersebut akhirnya sawah para petani bisa dialiri air dan hasil
panen mereka meningkat. Sejak saat itu warga Trenggalek memeluk Agama
Islam.
Dalam upacara tradisi nyadran terdapat unsur mistis dan unsur
fungsional. Unsur mistis itu saat Dam Bagong meminta tumbal gajah putih
agar pembuatan dam dapat terwujud dan dapat mengairi sawah para petani.
Sedangkan unsur fungsional terlihat dari tujuan uapacara tradisi nyadran
di Dam Bagong yaitu bersyukur kepada Allah SWT dan menghargai
perjuangan Adipati Menak Sopal karena sudah membangun Dam Bagong yang
mengairi sawah para petani sehinggan pendapatan petani semakin
meningkat. Selain itu, agar terhindar dari berbagai macam bahaya atau
bencana.
Dari uraian di atas peneliti berkesimpulan bahwa berkat perjuangan
Menak Sopal tersebut maka setiap tahun sekali di bulan Selo selalu
diperingati upacara tradisi nyadran di Dam Bagong sebagai rasa syukur
warga Trenggalek. Namun dalam pelaksanaannya bukan gajah putih lagi yang
dijadikan tumbal atau dilarung tetapi diganti dengan kerbau. Karena
saat ini sudah tidak ada lagi gajah putih.
Bentuk Ritual Atau Tata Cara Tradisi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru Kabupaten Trenggalek
Walaupun namanya nyadran tetapi sasarannya jelas, bukan untuk makhluk
halus tetapi untuk memperingati atas keberhasilan Adipati Menak Sopal
membangun Dam Bagong untuk yang pertama kalinya. Pelaksanaan tradisi
nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru itu dilaksanakan setiap tahun
sekali. Biasanya tradisi nyadran itu dilaksanakan pada hari Jum’at
Kliwon di bulan Selo. Tradisi ini merupakan warisan nenek moyang yang
tetap diperingati sampai sekarang ini.
Berdasarkan hasil wawancara dalam peringatan upacara tradisi nyadran
di Dam Bagong Kelurahan Ngantru masyarakat harus bergotong-royong dalam
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan saat pelaksanaan upacara
tradisi nyadran tersebut. Karena dalam pelaksanaan upacara tradisi
nyadran tersebut banyak sekali perlengkapan yang harus dipersiapkan.
Misalnya saja, sebelum pelaksanaan upacara tersebut masyarakat
bergotong-royong membersihkan tempat atau makam yang akan digunakan
untuk memperingati nyadran di Dam Bagong serta membuat panggung dan
mendirikan terop.
Masyarakatlah yang mempersiapkan perlengkapan yang akan dijadikan
sebagai perlengkapan nyadran dan ruwatan saat pelaksanaan upacara
nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru. Karena banyak sekali bahan atau
perlengkapan yang digunakan untuk sesaji dan ruwatan tersebut. Semua
perlengkapan yang diperlukan untuk sesaji dan ruwatan itu harus lengkap
atau dalam bahasa Jawa “Pepak”.
Kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan upacara tradisi nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru antara lain sebagai berikut:
- Penyembelihan kerbau (berkorban) yang dilakukan di dekat Dam Bagong yang bertujuan agar tidak terjadi banjir bandang lagi.
- Bersesaji yang biasanya dilakukan oleh dalang ketika ruwatan. Banyak sekali perlengkapan yang digunakan untuk membuat sesaji misalnya saja, kembang telon, mule metri dan lain-lain.
- Berdoa bersama saat melakukan sekarang di makam Adipati Menak Sopal sebagai penghormatan dan menghargai jasa-jasanya.
- Berprosesi terlihat saat bapak bupati dan masyarakat berjalan dari makam Adipati Menak Sopal menuju Dam Bagong yang akan melemparkan kepala, kaki, kulit serta tulang kerbau ke dalam Dam Bagong.
- Makan bersama yang dilakukan oleh para undangan dan masyarakat setelah acara larung selesai. Mereka semua makan daging kerbau yang sudah dimasak.
- Ruwatan Wayang Kulit semalam suntuk yang bertujuan untuk keselamatan masyarakat Kabupaten Trenggalek demi menghindari bahaya dan bencana yang tidak diinginkan serta agar Dam Bagong tetap bisa mengairi sawah- sawah penduduk sehingga tetap bermanfaat.
Wayangan merupakan suatu akulturasi budaya yang sejak zaman kewalian
(abad 14 oleh para wali) dijadikan sebagai hiburan dan alat dakwah.
Selain itu, juga mampu menyampaikan pesan etis yang bermanfaat berupa
pendidikan moral, keutamaan hidup pribadi dan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upacara nyadran sesuai dengan
pendapat Depdikbud (1994:20), bahwa dalam suatu sistem upacara yang
kompleks mengandung berbagai unsur yang terpenting antara lain sebagai
berikut:
- Sesaji
Pada banyak upacara bersaji, orang memberi makanan yang oleh manusia
dianggap lezat, seolah-olah dewa-dewa atau roh itu mempunyai kegemaran
yang sama dengan manusia.
- Berdoa
Biasanya doa bersama diiringi dengan gerak dan sikap-sikap tubuh yang
dasarnya merupakan gerak dan sikap menghormati dan merendahkan diri
terhadap para leluhurnya, para dewa atau terhadap Tuhan. di dalam
berdoa, arah muka atau kiblat merupakan suatu unsur yang amat penting
dalam konsep religi. Dalam berdoa, ada pula suatu unsur yaitu
kepercayaan bahwa kata-kata yang diucapkan itu mempunyai kekuatan gaib
dan sering kali kata yang diucapkan itu dalam suatu bahasa yang tidak
dipahami masyarakat, karena bahasa yang digunakan bahasa kuno. Tetapi
justru itulah rupanya yang memberikan susunan gaib dan keramat kepada
doa itu.
- Makan bersama
Makan bersama juga merupakan suatu unsur perbuatan yang amat penting
dalam upacara adat. dasar pemikiran di belakang perbuatan itu adalah
untuk mencari hubungan dengan dewa-dewa, dengan cara mengundang
dewa-dewa pada suatu pertemuan makan bersama. Perbuatan makan bersama
terdapat dalam banyak upacara keagamaan di dunia, baik sebagai bagian
dari upacara- upacara maupun sebagai upacara itu sendiri.
- Berprosesi atau berpawai
Pada saat berprosesi sering dibawa benda-benda keramat seperti
lambing, bendera, dengan maksud supaya kesaktian yang memancar dari
benda-benda itu bisa memberi pengaruh pada keadaan sekitar tempat
tinggal manusia dan terutama pada tempat-tempat yang dilalui prosesi
atau pawai itu. Prosesi sering juga dimaksudkan untuk mengusir makhluk
halus, hantu dan segala kekuatan yang menyebabkan penyakit serta bencana
dari sekitar tempat tinggal manusia. Hal ini dilakukan tidak dengan
benda sakti, tetapi dengan cara menakuti makhluk halus tadi dengan cara
prosesi tersebut.
Ada beberapa niatan saat melakukan upacara tradisi nyadara misalnya sebagai berikut:
- Ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. (Tasyakuran atau syukuran)
atas keberhasilan pembangunan Dam Bagong yang sangat besar manfaatnya
bagi penduduk atau rakyat Trenggalek baik yang lama oleh Adipati Menak
Sopal dan penggantinya, walaupun yang baru dibangun oleh Pemerintahan
Hindia Belanda secara permanen.
- Mengenang tokoh pelaku Adipati Menak Sopal, Ki Ageng Galek, Rara Amiswati, Ki Demang Surohandoko dan lain-lain, untuk didoa’kan semoga diterima amalnya dan diampuni dosa-dosanya.
- Semua lillahi ta’ala untuk Allah SWT, tidak untuk makhluk halus (jin, syaitan, dan sebagainya).
Upacara tradisi nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru, Kecamatan
Trenggalek, Kabupaten Trenggalek mempunyai unsur-unsur upacara yang sama
dengan upacara keagamaan pada umumnya.
Hakikat Gotong-royong Dalam Tradisi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru Kabupaten Trenggalek
Manusia tidak dapat memenuhi kebetuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan
orang lain. Oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk sosial,
pelaksanaan upacara tradisi nyadran di Dam Bagong masyarakat Trenggalek
Keluraham Ngantru khususnya para petani bergotong-royong agar pekerjaan
yang dilakukan bisa cepet selesai. Sistem tolong menolong yang dalam
bahasa Jawa biasanya disebut “Sambatan” (Sambat=Minta tolong), atau
secara umum oleh orang Indonesia disebut gotong- royong. Dalam
gotong-royong ini masyarakat tidak memikirkan kompensasi, dalam
masyarakat jawa gotong-royong seperti ini tidak hanya terjadi di bidang
pertanian saja, namun juga dalam kegiatan pembangunan rumah, upacara
adat, dan upacara kematian.
Jiwa atau semangat gotong-royong itu dapat kita artikan sebagai
perasaan rela terhadap sesama warga masyarakat. Dalam masyarakat seperti
ini, kebutuhan umum akan dinilai lebih tinggi dari pada kebutuhan
pribadi, sehingga bekerja bakti untuk umum dinilai sebagai suatu
kegiatan yang terpuji dan mulia. Hal ini sama halnya dengan yang
dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Ngantru Kabupaten Trenggalek saat
memperinganti upacara tradisi nyadran di Dam Bagong. Dalam
bergotong-royong tidak terlihat pebedaan antara warga yang berkecukupan
dengan warga yang kurang mampu.
Masyarakat sangat kompak pada saat menyiapkan kebutuhan dan
perlengkapan yang digunakan saat peringatan upacara tradisi nyadran.
Dengan bergotong-royong bisa meningkatkan rasa kebersamaan antar warga
dan mempererat tali silaturahmi antar warga. Selain itu, bisa saling
kenal antara warga yang satu dengan warga yang lain yang awalnya belum
pernah kenal.
Persepsi Masyarakat Tentang Tradisi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru Kabupaten Trenggalek
Nama nyadran kini “Nyadran Dam Bagong ” diganti dengan “Peringatan
Dam Bagong” dan disosialisasikan kepada masyarakat agar tidak salah
persepsi. Mayoritas warga masyarakat menganggap nyadran ini sebagai rasa
syukur kepada Allah SWT. Selain itu, juga sebagai rasa terima kasih
kepada Adipati Menak Sopal karena telah membangun Dam Bagong, yang
sangan bermanfaat bagi masyarakat. karena dengan adanya dam itu para
petani di Kelurahan Trenggalek dan Kelurahan Pogalan dapat mengairi
sawahnya.
Prospektif Mengenai Tradisi Nyadran di Dam Bagong Kelurahan Ngantru Bagi Masyarakat di Masa Depan
Prospektif masyarakat ke depan mengenai tradisi nyadran di Dam bagong
Kelurahan Ngantru, tradisi ini akan tetap dijaga dan dilestarikan,
konon ceritanya dulu tradisi nyandran ini pernah tidak diperingaati
terus pada tanggal 21 April 2006 di Trenggalek terjadi banjir bandang.
Terus pada saat itu ada salah satu warga yang bermimpi kalau tradisi
nyadran tersebut tidak diperingati akan terjadi banjir bandang yang
lebih besar dari itu. Setelah mengetahui itu semua lalu tradisi tersebut
diperingati dengan menyembelih 4 (empat) kerbau karena sudah empat
tahun tradisi tersebut tidak diperingati oleh masyarakat Kabupaten
Trenggalek.
Berdasarkan prospektif masyarakat sampai kapanpun tradisi nyadran di
Dam Bagong Kelurahan Ngantru akan tetap diperingati. Karena sudah
menjadi kebudayaan dan icon pariwisata Kabupaten Trenggalek.
ahes Ike Nurjana, Suwarno Winarno, Yuniastuti.
Tradisi Nyadran Sebagai Wujud Pelestarian Nilai Gotong-Royong Para
Petani Di Dam Bagong Kelurahanngantru Kecamatan Trenggalek Kabupaten
Trenggalek. Universitas Negeri Malang